Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Riza Annisa Pujarama mengungkapkan, utang luar negeri Indonesia terus mengalami kenaikan cukup signifikan. Bahkan Riza mengatakan, hingga saat ini utang luar negeri Indonesia telah mencapai Rp7.000 triliun, jumlah tersebut merupakan total utang pemerintah dan swasta.
gambar : berdakwah.net
Utang pemerintah selama 3 (tiga) tahun lebih pemerintahan Jokowi naik sekitar Rp 1.200 triliun, jauh melebihi kenaikan pendapatan pajak yang stagnan sebagai ukuran kemampuan bayar utang. Pemerintah selalu berdalih bahwa utang negara yang kini berjumlah Rp4.000 triliun atau sekitar 29,5% dari PDB adalah masih jauh di bawah ketentuan Undang-undang Keuangan Negara yang batas maksimalnya 60% PDB, dan jauh pula di bawah ratio utang negara-negara lain.
Negara mengklaim bahawa dengan berhutang dapat membantu perekonomian negara dan membantu dalam pembangunan infrastruktur pemerintah, namun nyatanya dengan berhutang bukan membantu perekonomian negara. Bahkan hutang menjadi penjajah yang menghilangkan kemandirian suatu negara.
Dengan berhutang pemerintah menjadi tidak mandiri karena jika pemerintah mempunyai kekurangan dalam urusan keuangan, mereka dengan mudahnya meminjam hutang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan tidak mau bekerja keras atau berfikir bagaimana caranya untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Di dalam hutang yang begitu besar bisa dipastkani terdapat bunga atau laba yang sangat besar pula dan itu termasuk riba. Sedangkan di dalam Islam sudah jelas bahwa riba itu diharamkan, karena riba bukan untuk kemajuan suatu negara melainkan suatu kehancuran untuk negara.
Inilah hasil sistem kapitalisme yang sudah terlihat jelas membawa kehancuran untuk negara. Saatnya kita membuka mata dan menyadari akan bobroknya sistem saat ini. Maka oleh karena itu saatnya kita kembali kepada sistem Islam, yang mampu menyelesaikan permasalahan negara tanpa harus berhutang dan tersangkut riba. Wallahua’lam
(Yulinar, Lembang, Bandung © news.berdakwah.net)
Utang pemerintah selama 3 (tiga) tahun lebih pemerintahan Jokowi naik sekitar Rp 1.200 triliun, jauh melebihi kenaikan pendapatan pajak yang stagnan sebagai ukuran kemampuan bayar utang. Pemerintah selalu berdalih bahwa utang negara yang kini berjumlah Rp4.000 triliun atau sekitar 29,5% dari PDB adalah masih jauh di bawah ketentuan Undang-undang Keuangan Negara yang batas maksimalnya 60% PDB, dan jauh pula di bawah ratio utang negara-negara lain.
Negara mengklaim bahawa dengan berhutang dapat membantu perekonomian negara dan membantu dalam pembangunan infrastruktur pemerintah, namun nyatanya dengan berhutang bukan membantu perekonomian negara. Bahkan hutang menjadi penjajah yang menghilangkan kemandirian suatu negara.
Dengan berhutang pemerintah menjadi tidak mandiri karena jika pemerintah mempunyai kekurangan dalam urusan keuangan, mereka dengan mudahnya meminjam hutang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dan tidak mau bekerja keras atau berfikir bagaimana caranya untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Di dalam hutang yang begitu besar bisa dipastkani terdapat bunga atau laba yang sangat besar pula dan itu termasuk riba. Sedangkan di dalam Islam sudah jelas bahwa riba itu diharamkan, karena riba bukan untuk kemajuan suatu negara melainkan suatu kehancuran untuk negara.
Inilah hasil sistem kapitalisme yang sudah terlihat jelas membawa kehancuran untuk negara. Saatnya kita membuka mata dan menyadari akan bobroknya sistem saat ini. Maka oleh karena itu saatnya kita kembali kepada sistem Islam, yang mampu menyelesaikan permasalahan negara tanpa harus berhutang dan tersangkut riba. Wallahua’lam
(Yulinar, Lembang, Bandung © news.berdakwah.net)
Comments
Post a Comment